Pertanyaan:
Saudara kami oleh Pengadilan di vonis 12 tahun penjara karena melakukan suatu kesalahan,. Kami merasa putusan pengadilan itu tidak adil, karena kami memiliki bukti-bukti yang akan meringankan saudara kami, lalu, apa yang harus kami lakukan?
Intisari:
Hal tersebut dinamakan upaya hukum. Upaya hukum menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pasal 1 poin 12 adalah hak Terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Penjelasan:
Terkait upaya hukum, dibagi menjadi dua, yaitu upaya hukum biasa sebagaimana diatur dalam pasal 233 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan upaya hukum luar biasa sebagaimana diatur dalam pasal 259 KUHAP.
Upaya hukum biasa dibagi menjadi tiga, yaitu verzet, banding, kasasi.
Pertama, upaya hukum verzet adalah perlawanan terhadap putusan verstek. Sedangkan putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila Tergugat tidak hadir atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan patut. Lebih lanjut, verstek ini diatur dalam pasal 129 HIR/153 RBg dan SEMA Nomor 9 Tahun 1964.
Pada pasal 129 HIR ayat (1) dikatakan bahwa, Tergugat yang dihukum sedang ia tidak hadir (verstek) dan tidak menerima putusan itu dapat mengajukan perlawanan atas keputusan itu.” Pada pasal 129 HIR ayat (2) juga dikatakan bahwa, “Jika putusan itu diberitahukan kepada yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan itu dapat diterima dalam tempo 14 (empat belas) hari sesudah pemberitahuan itu. Jika putusan itu tidak diberitahukan kepada yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan dapat diterima sampai hari ke-delapan sesudah peringatan yang tersebut pada pasal 196 atau dalam hal tidak menghadap sesudah dipanggil dengan patut sampai hari ke-delapan sesudah dijalankan keputusan surat perintah kedua yang tersebut pada pasal 197.”
Maka menurut landasan hukum tersebut dapat disimpulkan bahwa tenggat waktu mengajukan verzet adalah 14 (empat belas) hari setelah putusan verstek dijatuhkan. Berdasarkan pasal 125 HIR/149 RBg dan Pasal 129 HIR/152 RBg, pihak yang berhak mengajukan perlawanan (verzet) adalah Tergugat atau kuasa hukumnya yang telah diberikan kuasa khusus. Upaya hukum jenis ini diajukan ke Pengadilan yang menjatuhkan putusan verstek.
Kedua, upaya hukum banding. Upaya hukum yang dilakukan terhadap putusan tingkat pertama. Adapun dasar hukumnya adalah Undang-Undang No.20 tahun 1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.
Dalam pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa, Permintaan untuk pemeriksaan ulangan harus disampaikan dengan surat atau dengan lisan oleh peminta atau wakilnya, yang sengaja dikuasakan untuk memajukan permintaan itu, kepada panitera Pengadilan Negeri, yang menjatuhkan putusan, dalam empat belas hari, terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan kepada yang berkepentingan.
Atau dalam perkara pidana berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pasal 67 yang berbunyi, Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan dalam acara cepat.
Setelah memerhatikan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa upaya hukum banding diajukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak putusan diucapkan.
Ketiga, upaya hukum kasasi. Kasasi adalah upaya hukum yang dilakukan atas putusan dari tingkat banding. Hal ini berdasarkan pasal 29 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi, Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir dari semua Lingkungan Peradilan.
Hal ini menunjukkan bahwa permohonan kasasi adalah wewenang dari Mahkamah Agung dan pernyataan permohonan kasasi diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak putusan diberikan kepada para pihak.
Upaya hukum luar biasa dibagi menjadi dua yaitu, Derden verzet dan Peninjauan Kembali (PK).
Pertama, Derden verzet, yaitu upaya hukum yang diajukan oleh pihak ketiga untuk membela kepentingannya sendiri terhadap eksekusi. Derden verzet sendiri diajukan setelah adanya permohonan eksekusi.
Kedua, Peninjauan Kembali (PK). Yaitu meninjau kembalu putusan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena diketahuinya hal-hal baru yang dulu tidak dapat diketahui oleh hakim, sehingga apabila hal-hal tersebut diketahuinya maka putusan hakim akan menjadi berbeda.
Adapun alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali diatur dalam pasal 67 Undang-Undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi:
Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
Sedangkan, untuk tenggang waktu pengajuan permohonan Peninjauan Kembali adalah 180 (Seratus Delapan Puluh Hari) terhitung sejak:
Jadi saudara penanya masih bisa berjuang, memperjuangkan hak saudara dengan mengajukan upaya-upaya hukum yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Demikian jawaban dari kami, semoga membantu, kurang dan lebihnya mohon maaf, terimakasih.
Referensi
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang No.20 tahun 1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura
Herzien Inlandsch Reglement